(cerepen ini dititip kawan wali untuk semua)
Dilantai teratas gedung ini angin berhembus agak kencang membawa hawa dingin. Sejenak kulirik jam di ponselku dan kulihat jam telah menunjukkan pukul 24.00 dan itu telah tiba saatnya bagiku untuk melakukan rencanaku. Dimenit-menit terakhir akan aku laksanakannya rencanaku, pikiranku berjalan mundur kemasa silam hingga kemasa kanak-kanakku. Entah mengapa di menit-menit terakhir ini gambaran masa kanak-kanakku bahkan ingatanku akan kejadian-kejadian diusia balitaku tergambar dengan jelas.
Teringat olehku kehidupanku diusia balita. Tergambar dengan jelas, orang tuaku ketika itu hanya menjadikan aku sebagai penghibur. Walau agak sedikit berbeda dari badut atau binatang piaraan namun substansinya tetap sama. Aku dilarang menangis, mereka marah ketika aku menangis karena tangisku tak membuat mereka bahagia malah lengkikan polos tangisan seorang bayi membuat mereka pusing. Akhirnya aku paham bahwa tangisanku hanya membuat susah orang tuaku lalu kuyakini bahwa tangisan adalah sesuatu yang terlarang. Aku tak menangis lagi ketika mereka mencubitku karena rasa gemas mereka melihat seorang bayi yang seperti boneka dimata mereka. Itulah pelajaran pertama yang aku terima ketika masih balita. Belum selesai ingatanku akan masa balitaku tiba-tiba khalayanku berada pada masa ketika aku pertama kali menginjakkan kakiku ditempat yang diberi nama sekolah. Terbayang kejadian dirumah ketika pertama kali aku pulang sekolah. Ibu menanyakan tentang sesuatu yang sangat terkesan yang kulakukan disekolah pada hari pertama aku bersekolah. Lalu aku menceritakan pada ibuku tentang ibu guru yang marah padaku karena melaporkan bahwa aku telah diejek dan dipukul oleh kakak kelasku. Ibuku keheranan lalu bertanya kenapa ibu guru sampai marah. Akupun menceritakan kejadian selengkapnya bahwa setelah aku diejek lalu dipukul oleh kakak kelas aku lalu melaporkan hal tersebut pada ibu guru namun ibu guru marah dan berkata bahwa kau pasti berbohong sebab jika kau betul-betul telah diejek dan dipukul kau tentu akan melaporkannya sambil menangis. Ibu gurupun kemudian menasehatiku untuk tidak berbohong. Aku tetap ngotot dan akhirnya ibu guru memarahiku dan menyuruhku kembali kekelas karena jam istirahat telah usai. Ibuku lalu tertawa mendengar ceritaku dan diapun berkata “dasar anak-anak tidak tahu cara menyampaikan berita” tawanyapun semakin kencang dan diakhir tawanya dia menyuruhku untuk segera ganti baju dan pergi makan lalu tidur siang. Ketika itu aku heran dengan apa yang telah disampaikan ibu guru dan ibuku. Bukankah aku tidak boleh jujur jika itu membuat susah orang, seperti ajaran ketika aku bayi dulu dimana aku tidak boleh menangis padahal tangisanku adalah ungkapan kejujuran akan kondisiku karena saat itu aku belum mampu berbicara. akupun kemudian menerima kata-kata terakhir ibuku ketika itu lalu kuyakini sebagai sebuah kebenaran. Hari-hari selanjutnya aku tak pernah lagi mengatakan apa yang terjadi padaku karena aku takut aku salah dalam mengungkapkannya.
Khayalanku terus melaju dengan cepat melintasi setiap momen-momen dalam hidupku namun cuman khayalan-khalayan tertentu yang tergambar dengan jelas.
Khayalanku sampai pada saat ketika aku pertama kali senang pada lawan jenisku, aku duduk dikelas 3 SMP saat itu dan aku belum tahu apakah itu cinta atau sekedar rasa suka pada sesuatu yang berbeda. Sesuatu perasaan yang baru kurasa saat itu membuat beribu-ribu pertanyaan dalam otakku namun aku tak tahu harus bertanya dan mengungkapkannya pada siapa. Belum sempat aku mengungkapkannya pada seseorang, orang tuaku keburu tahu akan keadaanku. Katanya dia tahu dari perubahan tingkah lakuku dan merekapun sering menertawaiku dan secara tidak langsung mengejekku. Mereka sama sekali tidak memberikan penjelasan padaku tentang kondisi, yang mereka berikan justru tekanan batin. Aku lalu berpikir, apakah menyenangi sesuatu yang berbeda itu salah ? karena tak pernah menemukan jawabannya maka akhirnya akupun menerima semua itu. Lalu terbayang seluruh kejadian-kejadian selanjutnya akibat dari penerimaanku atas pernyataan bahwa menyenangi sesuatu yang berbeda itu adalah salah. Kejadian-kejadian terus melintas dalam pikiranku hingga pada kejadian ketika aku menjadi seorang mahasiswa. Pikiranku terus melesat hingga kemasa penyelesaian study-ku. Tergambar dengan jelas ketika orang tuaku yang katanya memotivasiku untuk sesegera menyelesaikan study-ku. Mereka sering berkata “segeralah selesaikan study-mu tak usah kau pikirkan dimana akan kerja jika telah selesai nanti, itu urusan nanti dan terserah pada kamu mau kerja dimana” pernyataan itu memang membuatku termotivasi namun di saat-saat terakhir aku menyelesaikan study, pertanyaan yang cenderung bersifat mengarahkan dan mendesak pun mulai muncul. Mereka mulai sering berkata “kita harus mulai mempersiapkan jalan agar kau dapat kerja di perusahaan tempat ayahmu bekerja”. Sebenarnya aku mulai marah ketika itu namun kepatuhan yang diajarkan padaku sedari kecil dan keharusan untuk membuat bahagia orang tuaku membuatku harus meredam rasa marahku. Ketika kyahalanku menggambarkan kondisi saat itu, jantungku tiba-tiba memompa darah dengan cepat keseluruh pembuluh-pemuluh darahku dan membuatku ingin marah, namun ketika terlintas gambaran dimasa-masa indah ketika kerja dikantor ayahku membuat kemarahanku menurun dan aliran darahkupun kembali normal. Teringat dengan jelas ketika itu aku telah mengikat janji dengan seorang wanita untuk bersama-sama menjalani kehidupan. Air mataku tiba-tiba menetes ketika gambaran hancurnya cita idealku akibat kehendak orang tuaku, tergambar dengan jelas. Mereka ingin aku menikah dengan seorang wanita pilihan mereka yang sama sekali jauh dari sosok ideal wanita dalam pikiranku. Khayalan ini membuatku sangat sedih. Khayalanku tiba-tiba loncat pada kejadian dimana aku mulai melanggar semua konsep-konsep yang aku yakini dan diajarkan padaku sedari kecil. Aku mulai malas masuk kantor yang membuat ayahku malu karena aku jauh berbeda dari dirinya, akupun telah menyukai segala yang berbeda. Jika orang tuaku menyukai sesuatu maka aku menyukai yang lain, jika ayahku senang pada sesuatu maka aku senang pada yang lain, jika ibuku bahagia akan sesuatu maka aku bahagia akan yang lain, yang jelas aku selalu mencoba menjadi yang lain dari mereka. Akupun mulai kembali menangis meski masih sembunyi-sembunyi.
Khayalanku akhirnya menggambarkan puncak dari semuanya dan penyebab keberadaanku disini saat ini. Khayalanku menggambarkan saat dimana aku mengungkapkan secara jujur segala kemuakanku pada orang tuaku yang berakhir dengan tangisanku yang polos seperti kepolosan tangisanku ketika aku bayi dulu. Setelah kejadian itu aku merasa bersalah karena telah membuat orang tuaku tak bahagia. Aku merasa telah melakukan dosa yang tak terampunkan, aku telah membuat aib bagi diriku dan keluargaku, aku telah membuat malu orang tuaku sebab punya seorang anak durhaka dan semua itu terjadi karena aku telah menjadi yang berbeda dari mereka. Karena didunia saat ini yang berbeda itu tak dapat diterima maka akulah akhirnya yang berada pada posisi salah.
Khayalanku tiba-tiba terhenti dan perlahan-lahan kusadari lagi keberadaanku dilantai teratas yang terbuka dari sebuah gedung. Aku lalu kembali mencoba mengumpulkan sisa-sisa tenagaku untuk melaksanakan rencana terbesar dalam hidupku. Akhirnya kekuatan itupun muncul dan aku putuskan rencana terbesar dalam hidupku malam ini harus terlaksana. Aku harus mati malam ini ……………..……………………………………………………………………………………………………………..
……………..………………………………………………
Pagi-pagi sekitar pukul 06.30 orang-orang disekitar gedung kantor PT. TUAM LUTARKAS. Co gempar dan orang-orang berkumpul memperhatikan sebuah mayat yang ditemukan oleh seorang anak sekolah yang akan ke sekolah. Kepala mayat itu pecah sehingga wajahnya tak dapat dikenali, orang-orang menduga mayat tersebut jatuh dari lantai teratas gedung kantor.
Tepat ketika seorang polisi datang, ponsel mayat itu yang dislipkan dikantong celananya berbunyi. Polisi tersebut kemudian memberanikan diri mengambil dan memeriksa ponsel mayat itu. Ponsel itu rupanya menerima pesan singkat dari seseorang. Menurut polisi itu pesan singkatnya adalah “PULANGLAH ! AYAH DAN IBU AKAN MEMAAFKANMU ASALKAN KAU INGIN KEMBALI MENJADI SEORANG ANAK YANG PENURUT DAN SELALU MEMBAHAGIAKAN ORANG TUA”
Kehidupan hari ini tidak lebih dari sebuah peperangan. Peperangan yang harus dilakukan untuk bertahan hidup karena semua telah dirampas dari diri kita. Jangankan hak-hak yang menjadi syarat untuk interaksi sosial berjalan ideal semisal hak ekonomi, sosial, budaya dan politik, hak untuk bisa tetap bertahan hidup saja sangat susah untuk didapatkan. Setelah tanah yang menjadi simbol kehidupan bagi manusia dirampas, hak untuk mencari sesuap nasipun menjadi suatu hal yang sangat sulit. Perampasan tanah didesa untuk kepentingan segelintir orang-orang serakah dan penggusuran dikota dengan dalih keindahan menjadi suatu yang wajar dinegeri ini. Rakyat miskin yang kini menjadi mayoritas seakan tak layak hidup dinegeri ini.